Dia yang Selalu Mengikutiku Dibelakang
0
"Aku tak sanggup menatapnya lama-lama, bagiku ini adalah pemandangan paling menyeramkan yang pernah kulihat,"
Perkenalkan
namaku Dimas dan aku tinggal di Depok,
Jawa Barat. Aku tinggal bersama dengan kedua orangtua dan satu orang kakak di sebuah rumah di kawasan yang masih
terbilang sangat sepi, ya walau kota Depok tak jauh dari ibukota Jakarta namun
di sini masih banyak terdapat lahan kosong yang belum terjamah oleh
pembangunan. Setidaknya itu yang terjadi tahun 90-an.
Rumahku
berada tak jauh dari sebuah danau dan hanya memiliki 6 tetangga yang letaknya
cukup berjauhan. Rumah kami memang sangat jauh dari pemukiman kampung yang
ramai, di satu sisi kadang aku merasa nyaman dengan suasana tenang ini karena
di mana lagi aku bisa mendengar suara jangkrik yang berdengung indah di malam
hari?
Tapi,
tak sedikit orang-orang yang mempertanyakan keputusan ayah aku untuk tinggal di
tempat ini. Kebanyakan teman-teman ayah yang berkunjung ke rumah membuka pembicaraan dengan: “Kok berani sih
tinggal di sini?” “Loh kenapa pindah? Bukannya enak di tempat yang dulu? di
sini sepi begini kalo ada apa-apa gak akan ada yang tau,”
Ayah
aku hanya tersenyum dan memaklumi pertanyaan tersebut, lalu kemudian
menjelaskan panjang lebar soal kepindahannya. Ya, bisa dibilang kami memang
sedikit terpaksa pindah ke sini. Dipaksa oleh keadaan lebih tepatnya.
Sebelumnya kami tinggal bersama dengan nenek di Jakarta, tentu sangat
ramai, tak sulit untuk menyapa tetangga
dan mendengar deru kendaraan yang lalu lalang di jalan. Intinya berbanding
terbalik lah dengan tempat kami sekarang ini.
Hanya
saja, rumah nenek dijual dan kami pun harus pindah dengan uang secukupnya. Dan
di sinilah kami mendapat harga tanah yang terbilang murah sehingga uang yang
tersisa bisa digunakan untuk membangun rumah.
Omongan
orang-orang memang tak sepenuhnya salah, tempat ini memang sepi dan seringkali
rasa sepi itu dibayangi oleh cerita-cerita misteri yang awalnya hanya kuanggap
sebagai cerita konyol.
Mereka
bilang pernah ada pemancing di danau malam hari yang ditemani ‘tamu tak
diundang’. Saat asik memancing bulu kuduknya merinding, dikira hanya angin
lewat, tapi ternyata tidak. Ketika ia menoleh ke belakang tampak sesosok
makhluk tinggi besar sedang menatapnya, tubuhnya benar-benar sangat hitam,
berbulu dan terlihat sangar.
Tapi
bagian yang paling mengerikan itu adalah matanya yang merah yang menatap tajam
si pemancing itu. Bertatapan dengan makhluk yang demikian membuat pemancing itu
pun lari terbirit-birit. Masih mendinglah ya daripada diam di tempat menatap
makhluk menyeramkan seperti itu.
Atau
cerita lainnya, kali ini siang hari. Pernah ada muda mudi pacara di jembatan
danau. Si perempuan sedang makan kuaci dan mengomel manja kepada kekasihnya
karena bungkus kuacinya jatuh. Si cowok pun dengan senang hati mengambil
bungkus kuaci tersebut dan alangkah terkejutnya ketika tangannya sedang meraih
bungkus kuaci itu dan terlihat ada kuku, 10 jari kuku yang berjejer rapih.
Dengan
wajah penuh tanda tanya, dia pun terus menatapnya, dan tapi itu bukan hanya
kuku melainkan jari jemari yang jemari yang terus bergerak ke atas! Sontak ia
pun menjerit dan langsung menyalakan gas motornya dan membiarkan si perempuan
bertanya-tanya kebingungan.
---
Pengalaman
bertemu dengan hantu belum pernah kualami sehingga cerita-cerita itu hanya
sekedar lewat di telingaku. Mereka bercerita tentang kisah horror tapi yang
saat itu kurasakan tempat ini sangat tenang dan aku menyukainya.
Tapi…
hal itu tak bertahan lama sampai di bulan ketiga aku merasakan sedikit
keanehan. Mereka bilang ini adalah masa perkenalan ‘penghuni’ lama dan
pendatang baru.
Kala
itu sekitar jam 4 pagi, aku sedang mengambil air wudhu, memang waktu salat
subuh masih lama tapi memang aku sengaja bangun lebih awal agar pas solat nanti
mataku tidak sayup-sayup karena ngantuk. Jadi sebisa mungkin aku setengah jam
bangun lebih awal..
Aku pun
duduk di bangku dan menunggu adzan datang. Ketika itu sesekali mataku terpejam
menahan ngantuk tapi seklebat aku melihat ada seseorang yang lewat, aku pun
penasaran dan membuka mataku dan berkata:
“bu
udah bangun?” tanyaku.
Tak
ada suara yang menyaut, aneh siapa itu? Tanyaku dalam hati. sejak detik itu
mataku tak lagi terpejam dan harus kuakui degup jantungku ikutan meningkat.
Sampai akhirnya kudengar lagi suara di arah dapur, bunyinya seperti orang sinis
yang sedang menegurku, “Ehem”.
Satu
kata itu begitu terdengar jelas membuatku langsung bangun dari tempat duduk.
Sejenak kulihat dapur yang masih gelap gulita, aku tak berani mencari tahu
lebih jauh asal suara itu, di sana terlihat begitu gelap dan makin membuat
jantungku berdegup tak karuan.
Sambil
kurapalkan beberapa bacaan dengan harapan siapa pun yang ada di dapur itu pergi
dan membuat hatiku tenang. Sejenak hatiku memang sedikit tenang dan lantunan
adzan pun terdengar.
Karena
arah kiblat, aku salat dengan membelakangi dapurku. Kupikir saat ibadah,
makhluk-makhluk itu tak akan berani mendekat. Tetapi, saat posisi rukuk, aku
melihat ada sekelabat bayangan yang keluar dari dapur yang gelap itu, sontak
jantungku kembali berdegup, walau aku masih terus fokus untuk menyelsaikan
ibadahku.
Sampai
di rakaat kedua, di posisi rukuk yang terakhir ini aku melihat sosok itu
berdiri dibelakangku. Bukan lagi sekedar bayangan gelap, melainkan ada kedua
kaki yang berdiri semakin dekat denganku sehingga aku bisa melihat dengan jelas
bahwa kaki tersebut dilapisi kulit seperti terbakar dengan aneka luka nanah dan
darah.
Melihat
pemandangan demikian membuat nafasku naik turun, ingin sekali rasanya berlari
meninggalkan sajadahku. Tapi dengan segenap hati, kukumpulkan segala niat
ibadahku dan kulanjutkan hingga tuntas.
--
Usai
salat aku langsung memberanikan diri menengok langsung ke belakang namun tak
ada apapun di sana. Hanya menyisakan suasana sepi yang membuat jantungku
terus-terusan bergedup tak karuan hingga akhirnya aku bangkit dan langsung
masuk ke kamar.
“apa
yang ku lihat barusan?”
“siapa
itu?”
“sedang
apa dia?”
Pertanyaan-pertanyaan
itu terus menghantuiku dan membuatku tak tenang.
Ketika
sedang makan siang bersama ibu dan kakakku, aku pun menceritakan kejadian subuh
tadi. Mereka mendengarkan aku dengan tatapan serius lalu ibuku tersenyum “aah
mungkin itu dia minta kenalan aja biasanya emang gitu kok kalo baru pindah
rumah, besok-besok juga enggak,” ujar ibuku sambil tersenyum tipis.
Meski
berkata demikian, namun tergambar sedikit ketakutan di wajahnya. Tapi dalam
hati aku pun mengamininya, semoga saja memang benar itu adalah masa perkenala
sehingga cukup jadi yang pertama dan terakhir.
--
Namun
yang membuat hati dongkol, beberapa hari kemudian kejadian itu terlulang lagi.
Kali ini jam-nya tak jaruh berbeda, saat jam menunjukan pukul 3 dini hari aku
mengambil segelas air di dispenser yang berada di dapur.
Kunyalakan
lampu dan mengisi gelasku dengan air. Tapi saat itu, tiba-tiba aku teringat
kejadian tempo hari saat sosok gosong itu berada di belakangku dan ketika
kepalaku terisi dengan pengalaman itu bulu kuduku langsung berdiri.
“aah
mana mungkin terulang lagi, paling benerlah kata ibu itu cuma kenalan aja ga
mungkin dia datang lagi,” ucapku dalam hati untuk menenangkan pikiran.
Tapi,
ketika aku sudah selesai minum, menaruh gelasnya di atas bak cucian dan
kemudian membalikan badan aku melihatnya dengan jelas. Sosok bayangan hitam
pekat itu kini ada di depanku. Menampakan wujudnya yang mengerikan.
Nafasku
mulai terengal-engal, kepalaku mendadak pusing. Wajahnya tak jauh berbeda
dengan kulit kakinya yang gosong dan penuh luka bakar, setelah itu jantung
berdegup makin kencang membuat nafasku makin sesak. Aku pingsan dan keesokan
paginya, ibuku menemukanku tergeletak di dapur tersebut.
--
Pengalaman
itu membuat keluarga kami jadi tidak tenang, hingga akhirnya ayahku memanggil
ustad dan pengajian ke rumah. Dengan harapan makhluk itu benar-benar pergi dan
tak menganggu lagi.
Saat
ustad itu datang, ayahku diberi beberapa lembar kertas yang berisi tulisan
Arab. Katanya ini adalah doa-doa pengusir roh jahat yang menganggu. Ayah pun
menyalin doa tersebut dan dibagikan kepada kami semua.
Aku
menghafalkannya dan terus membacanya terutama ketika sedang sendirian atau
ketika suasana sedang sunyi dan gelap. Alhamdulilah cara itu ternyata cukup
efektif dan sosok menyeramkan itu tak pernah lagi terlihat…
(baca juga: Asal Usul Kuntilanak Merah)
Sumber foto: India today
0 komentar: