Ternyata yang Sedang Tidur di Kasur Itu Bukan Temanku, Melainkan....
0
"Kupikir Lusi sudah masuk dan tidur dengan menyelimuti seluruh tubuhnya. Tapi kemudian kudengar Lusi mengetuk pintu dari luar..."
Aku
dan kawanku, Lusi tinggal di sebuah kamar kos di kota Bandung. Kami berdua
sama-sama merantau ke kota kembang ini demi mangadu nasib. Kamar yang kami tempati
tidak begitu luas, tempatnya tidurnya pun terbagi jadi dua tingkat, Lusi
di bawah sementara aku ada di atasnya.
Meski tidak luas tapi aku bersyukur bisa mendapatkan kost-an dengan harga yang jauh lebih murah dibanding tempat di sekitar kami. Tapi yang membuatku tak tenang adalah rumor yang beredar yang mengatakan jika tempat kos ini berhantu
sehingga penghuninya sangat sedikit dan kalau pun ada mereka tak ingin menempati kamar yang diujung paling kanan,
tempat di mana aku dan Lusi tinggal.
Konon, beberapa tahun silam ada yang bunuh diri di kamar itu dengan menggantungkan lehernya ke atas atap membiarkannya nyawa melayang.
Tapi aku berusaha menepis semua hal negatif tersebut. Bagi
kami berdua, wanita yang baru saja merantau ke kota, tentu harga jadi
pertimbangan utama, terlebih aku juga tak tinggal sendirian karena ada Lusi.
Berbeda jika misalnya aku hanya tinggal sendirian, mungkin aku pun tak akan
memilihnya. Dengan berdua kurasa jika ada yang mengganggu bisa kami lewati.
Tapi
seiring waktu, ucapan orang-orang ada benarnya. Gangguan pertama muncul di atas
jam 12 malam, di mana aku sering kali melihat ada sekelebat bayangan yang lewat
begitu saja menembus pintu kamar.
Tak
hanya itu, aku pun sering mendengar suara wanita yang menangis. Suara itu
berasal dari bagian atas atau atap, karena tempat tidur ini bertingkat dan aku
yang ada di paling atas, maka sudah pasti aku yang paling jelas mendengarnya.
Ketika
suara itu muncul aku sempat membangunkan Lusi yang terlelap di bawah. Kupanggil
namanya berulangkali tapi ia hanya diam saja. Tangisan itu justru makin
terdengar jelas diikuti oleh suara rintihan seperti orang yang kesakitan.
Bulu
kuduku langsung merinding dan kuputuskan untuk tidur bersama Lusi di bawah.
“Ih
Des, kamu ngapain sih pindah kesini, sempit tau,” tanya Lusi.
“Kamu
gak denger Lus itu suara orang nangis di atas, gimana sih kamu,” balasku.
“Mana…mana
gak suara kok,”
Sejenak
kami berdua diam, memang benar suara itu sudah menghilang. Meski demikian
aku masih tak berani naik ke atas kasurku, aku paksa Lusi untuk menerimaku di
tempat tidurnya.
Jam
demi jam berlalu sampai akhirnya di pukul 3 dini hari aku kebelet ingin pipis
di kamar mandi. Aku tak tega membangungkan Lusi yang sudah terlelap di kasurnya
untuk menemaniku. Akhirnya kuberanikan diri untuk melangkah keluar ke kamar
mandi.
Rasa
ingin mengganti pembalut sudah mengalihkan perhatianku dari suara mengerikan itu.
Sambil setengah berlari akhirnya aku sampai di kamar mandi dan menuntaskan tugas itu.
Ketika
selesai dengan urusan kamar mandi, aku pun melangkah keluar, tapi ada satu hal yang
mencuri perhatianku, pohon rambutan yang ada di depan kosan itu bergerak. Ya,
kupikir hanya angin malam saja, tapi anehnya hanya satu cabang yang bergerak
naik turun. Sementara bagian lain tak bergerak
sedikitpun.
Tanpa
pikir panjang aku pun langsung berlari ke kamarku dan buru-buru kukunci
pintunya. Dalam hati aku sangat bersyukur bisa sampai di kamar, aku lihat Lusi
masih tertidur tapi dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya,
kecuali telapak kakinya.
“Tidur
mulu kamu,” ujarku sambil menendang telapak kakinya yang terjungkai ke bawah.
Tak
enak mengisi tempat tidurnya yang sempit, aku pun memberanikan diri untuk tidur
di kasur atas. Kasihan juga Lusi kalau sampai pagi harus tidur denganku di
kasur yang sempit, pasti gerah seperti tadi. Tapi aneh telapak kaki Lusi pas
kusentuh tadi sedikit lebih dingin, namun aku tak ambil pusing segera saja
kututupi wajahku dengan bantal. Baru saja ingin terpejam tiba-tiba ada yang
mengetuk pintu.
“Tok
tok tok,”
Hatiku
langsung deg-degan setengah mati, siapa pula yang mengetuk pintu kamar kami di
jam segini. Tapi lamunanku segera
berakhir ketika di luar terdengar suara Lusi memangil.
“Hah Lusi? Kok ada di luar,” tanyaku dalam hati.
Aku
pun bergegas turun dam memastikannya, setelah kubuka benar ternyata itu Lusi
dengan wajah setengah cemberut karena aku lama membuka pintu. Dan kasur Lusi
pun yang tadi kupikir ada ia didalamya tampak kempes seperti tak ada orang didalamnya.
“Lalu
siapa yang tadi tidur di kasur Desi?”
Sumber foto: private island party
0 komentar: