Ternyata yang Sedang Tidur di Kasur Itu Bukan Temanku, Melainkan....

0
Januari 21, 2019

"Kupikir Lusi sudah masuk dan tidur dengan menyelimuti seluruh tubuhnya. Tapi kemudian kudengar  Lusi mengetuk pintu dari luar..."


Aku dan kawanku, Lusi tinggal di sebuah kamar kos di kota Bandung. Kami berdua sama-sama merantau ke kota kembang ini demi mangadu nasib. Kamar yang kami tempati tidak begitu luas, tempatnya tidurnya pun terbagi jadi dua tingkat, Lusi di bawah sementara aku ada di atasnya.

Meski tidak luas tapi aku bersyukur bisa mendapatkan kost-an dengan harga yang jauh lebih murah dibanding tempat di sekitar kami. Tapi yang membuatku tak tenang adalah rumor yang beredar yang mengatakan jika tempat kos ini berhantu sehingga penghuninya sangat sedikit dan kalau pun ada mereka tak ingin  menempati kamar yang diujung paling kanan, tempat di mana aku dan Lusi tinggal.

Konon, beberapa tahun silam ada yang bunuh diri di kamar itu dengan menggantungkan lehernya ke atas atap membiarkannya nyawa melayang.

Tapi aku berusaha menepis semua hal negatif tersebut. Bagi kami berdua, wanita yang baru saja merantau ke kota, tentu harga jadi pertimbangan utama, terlebih aku juga tak tinggal sendirian karena ada Lusi. Berbeda jika misalnya aku hanya tinggal sendirian, mungkin aku pun tak akan memilihnya. Dengan berdua kurasa jika ada yang mengganggu bisa kami lewati.

--

Tapi seiring waktu, ucapan orang-orang ada benarnya. Gangguan pertama muncul di atas jam 12 malam, di mana aku sering kali melihat ada sekelebat bayangan yang lewat begitu saja menembus pintu kamar.

Tak hanya itu, aku pun sering mendengar suara wanita yang menangis. Suara itu berasal dari bagian atas atau atap, karena tempat tidur ini bertingkat dan aku yang ada di paling atas, maka sudah pasti aku yang paling jelas mendengarnya.

Ketika suara itu muncul aku sempat membangunkan Lusi yang terlelap di bawah. Kupanggil namanya berulangkali tapi ia hanya diam saja. Tangisan itu justru makin terdengar jelas diikuti oleh suara rintihan seperti orang yang kesakitan.

Bulu kuduku langsung merinding dan kuputuskan untuk tidur bersama Lusi di bawah. 

“Ih Des, kamu ngapain sih pindah kesini, sempit tau,” tanya Lusi.

“Kamu gak denger Lus itu suara orang nangis di atas, gimana sih kamu,” balasku.

“Mana…mana gak suara kok,”

Sejenak kami berdua diam, memang benar suara itu sudah menghilang. Meski demikian aku masih tak berani naik ke atas kasurku, aku paksa Lusi untuk menerimaku di tempat tidurnya.

Jam demi jam berlalu sampai akhirnya di pukul 3 dini hari aku kebelet ingin pipis di kamar mandi. Aku tak tega membangungkan Lusi yang sudah terlelap di kasurnya untuk menemaniku. Akhirnya kuberanikan diri untuk melangkah keluar ke kamar mandi.

Rasa ingin mengganti pembalut sudah mengalihkan perhatianku dari suara mengerikan itu. Sambil setengah berlari akhirnya aku sampai di kamar mandi dan menuntaskan tugas itu.

Ketika selesai dengan urusan kamar mandi, aku pun melangkah keluar, tapi ada satu hal yang mencuri perhatianku, pohon rambutan yang ada di depan kosan itu bergerak. Ya, kupikir hanya angin malam saja, tapi anehnya hanya satu cabang yang bergerak naik turun. Sementara bagian lain tak bergerak sedikitpun.

Tanpa pikir panjang aku pun langsung berlari ke kamarku dan buru-buru kukunci pintunya. Dalam hati aku sangat bersyukur bisa sampai di kamar, aku lihat Lusi masih tertidur tapi dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya, kecuali telapak kakinya.

“Tidur mulu kamu,” ujarku sambil menendang telapak kakinya yang terjungkai ke bawah.

Tak enak mengisi tempat tidurnya yang sempit, aku pun memberanikan diri untuk tidur di kasur atas. Kasihan juga Lusi kalau sampai pagi harus tidur denganku di kasur yang sempit, pasti gerah seperti tadi. Tapi aneh telapak kaki Lusi pas kusentuh tadi sedikit lebih dingin, namun aku tak ambil pusing segera saja kututupi wajahku dengan bantal. Baru saja ingin terpejam tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.

“Tok tok tok,”

Hatiku langsung deg-degan setengah mati, siapa pula yang mengetuk pintu kamar kami di jam segini.  Tapi lamunanku segera berakhir ketika di luar terdengar suara Lusi memangil.

“Hah Lusi? Kok ada di luar,” tanyaku dalam hati.

Aku pun bergegas turun dam memastikannya, setelah kubuka benar ternyata itu Lusi dengan wajah setengah cemberut karena aku lama membuka pintu. Dan kasur Lusi pun yang tadi kupikir ada ia didalamya tampak kempes seperti tak ada orang didalamnya.


“Lalu siapa yang tadi tidur di kasur Desi?”

Sumber foto: private island party

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 komentar: