Hampir (Mati) Tenggelam di Laut Anyer!
0
Kisah ini terjadi sekitar 8 tahun lalu ketika aku ikut jalan-jalan perpisahan saat SMA. Waktu itu kami pergi ke sebuah pantai di wilayah Anyer, Banten.
.
Suasana pantai sangat cerah, matahari memancarkan cahayanya tanpa terhalang oleh awan. Meski menghasilkan udara yang panas, tapi deburan ombak membuat tubuh menjadi lebih segar.
.
Aku, Deni dan Darwin memutuskan untuk memisahkan dari rombongan, kami bertiga berenang di pantai yang agak jauh dari orang-orang.
.
Kami berenang bersama dan menikmati kesegaran air laut. Kami bercanda dan saling adu kekuatan nafas di dalam laut. Aku selalu berhasil menang menahan napas paling lama.
.
"Gw sih emang paling kuat nahan napas di laut. Apalagi baru cetek kaya gini, gak ada apa-apanya," ujarku.
.
"Yaelah sombong bener lu, entar kelelep beneran baru tau rasa," jawab Deni.
.
"Gak bakalan. Gw gak takut ada ban nih haha," balasku sekenanya.
.
Suasana pantai sangat cerah, matahari memancarkan cahayanya tanpa terhalang oleh awan. Meski menghasilkan udara yang panas, tapi deburan ombak membuat tubuh menjadi lebih segar.
.
Aku, Deni dan Darwin memutuskan untuk memisahkan dari rombongan, kami bertiga berenang di pantai yang agak jauh dari orang-orang.
.
Kami berenang bersama dan menikmati kesegaran air laut. Kami bercanda dan saling adu kekuatan nafas di dalam laut. Aku selalu berhasil menang menahan napas paling lama.
.
"Gw sih emang paling kuat nahan napas di laut. Apalagi baru cetek kaya gini, gak ada apa-apanya," ujarku.
.
"Yaelah sombong bener lu, entar kelelep beneran baru tau rasa," jawab Deni.
.
"Gak bakalan. Gw gak takut ada ban nih haha," balasku sekenanya.
Menit demi menit berlalu, tanpa terasa maghrib hampir tiba. Tapi pemandangan sunset di sini cukup indah.
Perpaduan warna jingga dan matahari yang mulai memudar membuat aku makin betah. Tapi tidak dengan Deni dan Darwin.
"Roy gw cabut duluan ya, lo masih mau di sini? ayo keluar buruan, anak-anak juga udah muali bilas tuh. Jam 7 bisnya bakal berangkat,"
.
"Udah duluan aja. Gw masih mau di sini," balasku.
.
Akhirnya tinggal aku sendirian bersama dengan banku. Aku telentang di atas ban ini sambil memejamkan mata.
.
Gemericik air yang timbul dan suasana yang teduh benar-benar membuat pikiran tenang.
.
Saat itu aku mulai merasa benar-bena mengantuk. terbesit pikiran bahwa aku ingin sekali ingin sekali seperti ini terus. Berada di air dengan suasana tenang seperti ini.
.
Celaka! itulah yang terjadi padaku. Kudengar suara orang memanggilku dari kejauhan, suara itu terdengar sangat familiar.
.
Darwin dan Deni memanggil namaku. Sejenak kubuka mataku dan melihat mereka berada di bibir pantai sambil berteriak dan melambaikan tangan.
.
"Ngapain sih pada? berisik banget,"
.
aku kembali memejamkan mataku dan tak mempedulikan suara tersebut. Untungnya kedua teman baiku ini tak menyerah, mereka terus memanggil namaku dan berteriak bahaya.
.
Terpaksa kubuka mataku lebar-lebar, dan saat itu aku benar-benar sadar. Ya seandainya kawan-kawanku itu tak memanggilku mungkin aku akan hanyut terbawa arus.
.
Jam air pasang telah tiba dan ombak mulai meninggi, sementara aku hanya dengan ban kecil ini tanpa sadar telah berada jauh dari garis pantai.
.
Deni dan Darwin terlihat begitu kecil di sana. Aku benar-benar sudah terlalu lama berenang dan tak tahu bila aku sudah sejauh ini.
.
Aku turun dari banku dan pasir pantai yang tadi masih terasa kuinjak kini benar-benar sudah tak ada lagi.
.
Celaka, aku benar-benar sudah jauh. Dengan jantung yang berdegup kencang aku mulai berenang dengan menggantungkan kedua tanganku pada ban tersebut. Itulah satu-satunya benda yang bisa membantuku.
.
Aku terus berenang menuju kedua kawanku. Laut yang tadi membuatku tenang saat itu justru membuatku takut.
.
"Bagaimana jika air pasang datang? menyeretku semakin jauh dari pantai?"
.
Pikiran itu terus membayangiku dan untunglah aku semakin dekat dengan pantai.
.
Kira-kira 10 meter dari pantai, Deni dan Darwin berenang membantuku yang sudah hampir kehabisan tenaga. Tangan keduanya menyelamatkan aku dan saat itu aku benar-benar merasa bersyukur.
.
Andai saja Darwin dan Deni langsung kembali ke bis tanpa ke pantai lagi. Apa kabar nasibku tadi? mungkin aku sudah tertelan ombak.
.
Setelah itu, kami beristirahat di warung sekitar pantai. Penjaga warung tersebut mendengar cerita kami dan lantas ikut bergabung dalam obrolan kami bertiga.
.
Ia bercerita bahwa orang-orang yang ditemukan tenggelam juga awalnya demikian. Terlalu menganggap enteng alam hingga tanpa sadar terbawa arus dan ketika sadar ia sudah begitu jauh dari pantai. Yang tak kalah paling penting, hati-hati dalam berbicara.
.
"Udah duluan aja. Gw masih mau di sini," balasku.
.
Akhirnya tinggal aku sendirian bersama dengan banku. Aku telentang di atas ban ini sambil memejamkan mata.
.
Gemericik air yang timbul dan suasana yang teduh benar-benar membuat pikiran tenang.
.
Saat itu aku mulai merasa benar-bena mengantuk. terbesit pikiran bahwa aku ingin sekali ingin sekali seperti ini terus. Berada di air dengan suasana tenang seperti ini.
.
Celaka! itulah yang terjadi padaku. Kudengar suara orang memanggilku dari kejauhan, suara itu terdengar sangat familiar.
.
Darwin dan Deni memanggil namaku. Sejenak kubuka mataku dan melihat mereka berada di bibir pantai sambil berteriak dan melambaikan tangan.
.
"Ngapain sih pada? berisik banget,"
.
aku kembali memejamkan mataku dan tak mempedulikan suara tersebut. Untungnya kedua teman baiku ini tak menyerah, mereka terus memanggil namaku dan berteriak bahaya.
.
Terpaksa kubuka mataku lebar-lebar, dan saat itu aku benar-benar sadar. Ya seandainya kawan-kawanku itu tak memanggilku mungkin aku akan hanyut terbawa arus.
.
Jam air pasang telah tiba dan ombak mulai meninggi, sementara aku hanya dengan ban kecil ini tanpa sadar telah berada jauh dari garis pantai.
.
Deni dan Darwin terlihat begitu kecil di sana. Aku benar-benar sudah terlalu lama berenang dan tak tahu bila aku sudah sejauh ini.
.
Aku turun dari banku dan pasir pantai yang tadi masih terasa kuinjak kini benar-benar sudah tak ada lagi.
.
Celaka, aku benar-benar sudah jauh. Dengan jantung yang berdegup kencang aku mulai berenang dengan menggantungkan kedua tanganku pada ban tersebut. Itulah satu-satunya benda yang bisa membantuku.
.
Aku terus berenang menuju kedua kawanku. Laut yang tadi membuatku tenang saat itu justru membuatku takut.
.
"Bagaimana jika air pasang datang? menyeretku semakin jauh dari pantai?"
.
Pikiran itu terus membayangiku dan untunglah aku semakin dekat dengan pantai.
.
Kira-kira 10 meter dari pantai, Deni dan Darwin berenang membantuku yang sudah hampir kehabisan tenaga. Tangan keduanya menyelamatkan aku dan saat itu aku benar-benar merasa bersyukur.
.
Andai saja Darwin dan Deni langsung kembali ke bis tanpa ke pantai lagi. Apa kabar nasibku tadi? mungkin aku sudah tertelan ombak.
.
Setelah itu, kami beristirahat di warung sekitar pantai. Penjaga warung tersebut mendengar cerita kami dan lantas ikut bergabung dalam obrolan kami bertiga.
.
Ia bercerita bahwa orang-orang yang ditemukan tenggelam juga awalnya demikian. Terlalu menganggap enteng alam hingga tanpa sadar terbawa arus dan ketika sadar ia sudah begitu jauh dari pantai. Yang tak kalah paling penting, hati-hati dalam berbicara.
0 komentar: