Cerita Menyeramkanku Saat Terlibat OSPEK Kampus
0"Awalnya aku senang sekali bisa ikut bagian jadi panitia OSPEK untuk mahasiswa baru, tapi tidak kusangka jika aku akan mengalami hal seperti ini,"
Halo perkenalkan namaku Andini, aku ingin berbagi cerita tentang pengalamanku dulu saat menjadi panitia kampus dalam kegiatan OSPEK atau masa bimbingan untuk mahasiswa baru (MABA).
.
Seperti ospek pada umumnya, kami para senior terbagi dalam beberapa seksi. Ada yang menjadi seksi acara, konsumsi, perlengkapan, dokumentasi dan sebagainya.
.
Waktu itu aku bertugas sebagai seksi acara yang bertanggung jawab untuk membuat materi acara, rundown hingga mencari pembicara. Pada awalnya semua berjalan dengan lancar dan aku turut senang melihat antusiasme para junior mengikuti beragam acara yang kususun bersama kawan-kawanku.
.
Kampusku sendiri sudah cukup lama berdiri di ibukota Jakarta, sudah berusia 50 tahun lebih sehingga dengan sejarah yang panjang ada banyak cerita yang bisa kami bagikan untuk mereka.
.
Para MABA tidak hanya duduk di kelas, tetapi juga kami ajak berkeliling ke berbagai titik di kampus dan fakultas. Ada satu spot sebetulanya yang membuatku ragu untuk membawa junior kesana, itu adalah ruangan paling pojok yang berada di lantai paling atas kampusku.
.
Tadinya ruangan itu adalah kelas untuk tempat mengajar, tetapi karena ukurannya yang kecil dan terpencil akhirnya beralih fungsi menjadi semacam tempat penyimpanan bagi kursi-kursi, meja dan alat yang telah rusak, menunggu untuk dibuang atau diperbaiki.
.
“Lo yakin nih mau bawa mereka ke ruangan itu? Cuma gudang ngapain dikasih tahu sih” protesku.
.
“Iyalah Din, biar para junior itu tahu seluk beluk semua isi kampus ini,” jawab kawanku sesama seksi acara, Lisa.
.
Aku bimbang mengajak para junior kesana, pasalnya tahun dimana aku masih jadi mahasiswa baru dan diajak ke ruangan tersebut, pernah ada temanku yang kesurupan ketika masuk kedalamnya. Tentu saja aku takut kejadian serupa terulang kembali.
.
Tapi berdasarkan kesepakatan bersama akhirnya rencana itu tetap dijalankan. Para mahasiswa baru itu diajak melihat sebentar seperti apa ruangan yang konon berhantu itu. “Buat sekalian info ke mereka juga supaya kedepannya gak main-main ke ruangan itu sendirian,” kata Lisa.
.
Akhirnya kami bagi mereka dalam beberapa kloter, satu persatu kloter diajak keliling dan menengok sebentar ke ruangan tersebut.
.
Untunglah semua berjalan dengan lancar, kejadian yang kutakutkan tidak terjadi. Padahal aku sudah was-was, “mbak mer” – julukan yang kami berikan pada hantu berbaju merah yang sering menampakan diri di lantai teratas itu muncul atau merasuki salah satu adik-adiku.
.
Hari demi hari berlalu tanpa terasa tibalah kami di hari kelima alias hari terakhir ospek. Aku lihat wajah-wajah MABA ini sudah banyak yang kelelahan dan tidak lagi fresh seperti pertama kali mengikuti masa bimbingan.
.
Di hari kelima, hanya ada sedikit materi tentang prospek kerja setelah lulus dan diakhiri dengan perpisahan serta makan bersama. Begitu setidaknya tertera dalam rundown yang akan mulai pukul 7 pagi.
.
Sekitar jam 6 pagi belum terlihat ada satu pun mahasiswa yang datang, tidak seperti hari pertama dimana 1 jam sebelumnya sudah tampak beberapa mahasiswa masuk.
.
Sekitar15 menit kemudian ada seorang gadis terlihat masuk ke aula. Karena dia yang pertama datang aku pun bisa memperhatikannya dengan jelas. Kulihat sepertinya dia orang yang pendiam, hanya duduk dan menatap kosong ke depan.
.
Wajahnya juga terlihat pucat seperti orang yang tidak bertenaga. Aku pun beriniatif menghampirinya barangkali anak ini sedang sakit sehingga butuh pertolongan atau sekedar teman bicara sampai teman-temannya yang lain datang.
.
“Hai sudah datang aja nih, rajin banget,” sapaku.
Anak itu hanya diam dan tetap memandang ke depan, entah apa yang sedang dipikirkannya. Beberapa detik kemudian dia menatap kearahku dengan senyum yang terlihat ganjil. Aku sedikit merinding melihatnya saat itu.
.
“Iya kak aku suka suasana kaya gini. Sepi, sunyi dan gak banyak orang,” katanya.
.
“Ooh gitu. Kamu pucat banget ya, lagi sakit ya?”
.
“iya kak. Boleh minta tolong temani aku ke kamar mandi?”
.
Kami pun berjalan menuju toilet yang terletak di lantai 3 – lantai tertinggi di kampusku. Di lantai 1, toilet sedang diperbaiki dan lantai 2 dipakai oleh teman-teman panitia lain. .
.
Sesampainya disana anak itu masuk ke dalam toilet.
Karena sedang sakit aku pun tidak tega untuk meninggalkannya.
.
Sembari menunggu aku memainkan handphone dan mengecek obrolan di group panitia ospek.
Tapi entah kenapa mataku menoleh kearah gudang angker itu. Bulu kuduku berdiri dan tidak nyaman dengan suasana senyap ini.
.
Aku pun mengetuk pintu dan menanyakan apakah anak itu sudah selesai atau belum. Satu dua kali ketukan tidak ada jawaban. Aku pun berulangkali mengetuknya dan diikuti dengan suara yang lebih keras.
.
“Aduh jangan-jangan dia pingsang lagi di dalem,” ujarku.
Kini aku tak lagi menggedor pintu, melainkan ku dorong sekuat tenaga pintu tersebut dan akhirnya terbuka! .
.
“Syukurlah”.
.
Tapi aneh… sangat aneh.
.
Aku tak menemukan anak itu dalam. Aku lihat seisi ruangan toilet tidak ada siapa pun.
.
“Kok gak ada sih kemana dia? Aku daritadi di depan pintu perasaan dia belum keluar deh,” ucapku seorang diri seperti orang bodoh.
.
Mataku mencari-carinya seisi tolet yang memiliki jendela besi tertutup itu. Jantungku berdegup kencang, perasaanku mulai tidak enak dengan peristiwa ganjil ini.
.
Beberapa detik kemudian aku diam dan mulai menerka-nerka kemana anak ini pergi. Sampai akhirnya terdengar suara berbisik di telingaku - suara yang masih kuingat sampai hari ini.
.
“Kamu inget kan aku gak keramean. Aku suka disini yang sepi,” suara itu terdengar dibalik telingaku dan diakhir dengan suara tawa kecil yang membuat bulu kuduku langsung berdiri.
.
Begitu berbalik tidak ada siapapun disana. Kakiku terasa lemas sekali dan aku sangat takut sampai air mataku meleleh. Kupaksakan diriku untuk melangkah dan berlari sebisaku.
.
Kuturuni anak tangga satu persatu dan syukurlah aku sampai di lantai kedua dan aku langsung masuk ke ruangan panitia. Mereka mengerebuniku yang menangis terseguk-seguk. .
.
Untuk beberapa saat aku biarkan semua pertanyaan teman-temanku lewat begitu saja tanpa kujawab.
.
Aku hanya menangis dan semakin tersedu-sedu saat membayangkan semuanya. Ya mulai dari senyum aneh anak itu, hingga aku menunggu di depan toilet, menemukan ruangan itu kosong dan suara dibelakangku terngiang-ngiang di kepalaku saat itu.
0 komentar: