Hantu Itu Menyamar Jadi Temanku

0
Agustus 31, 2019


"Aku pikir kawanku sudah masuk ke dalam kamar dan tidur di kasurnya. Ternyata...."



.
.
.
.
Aku dan kawanku, Lusi tinggal di sebuah kamar kos di kota Bandung. Kami berdua sama-sama merantau ke kota kembang demi mangadu nasib.
.
Kamar yang kami tempati tidak begitu luas, tempatnya tidurnya pun terbagi jadi dua tingkat. Lusi di bawah sementara aku ada di atasnya.
.
Sebenarnya, kosan ini cukup sepi, selain terletak di ujung gang, penghuninya pun tak banyak. Dari informasi beberapa tetangga, konon tempat kos ini berhantu sehingga tidak banyak yang mau menghuni, kalau pun ada mereka tak ingin menempati kamar yang diujung paling kanan, tempat di mana aku dan Lusi tinggal.
.
Kami tergiur untuk mengisi kamar ini karena harga yang ditawarkan sangat murah. Bagi kami berdua, wanita yang baru saja merantau ke kota, tentu harga jadi pertimbangan utama, terlebih aku juga tak tinggal sendirian karena ada Lusi. Berbeda jika misalnya aku hanya tinggal sendirian, mungkin aku pun tak akan memilihnya. Dengan berdua kurasa kami bisa saling menjaga.
.
Tapi seiring waktu, ucapan orang-orang ada benarnya. Gangguan pertama muncul di atas jam 12 malam, di mana aku sering kali melihat ada sekelebat bayangan yang lewat begitu saja menembus pintu kamar.
.
Ingin sekali aku menyangkalnya dengan mengatakan bahwa itu hanya perasaanku saja. Tapi jika dingat-ingat, aku dengan jelas melihat bayangan hitam itu lewat begitu saja di depan ku.
.
Tak berhenti sampai disiitu, yang lebih parah aku pernah mendengar suara wanita yang menangis. Suara itu berasal dari bagian atap, karena tempat tidur ini bertingkat dan aku yang ada di paling atas, maka sudah pasti aku yang paling jelas mendengarnya.
.
Ketika suara itu muncul aku sempat membangunkan Lusi yang terlelap di bawah. Kupanggil namanya berulangkali tapi ia hanya diam saja. Tangisan itu justru makin terdengar jelas diikuti oleh suara rintihan seperti orang yang kesakitan.
.
Bulu kuduku langsung merinding dan teringat akan ucapan Bu Lisma yang tinggal tepat disebelah kosan ini. Beliau mengatakan jika ada hantu yang kerap menampakan diri disini, kuntilanak.
.
Keringatku mulai bercucuran membayangkan hantu itu ada di atas, langsung saja aku turun dari kasurku dan pindah ke tempat tidur Lusi di bawah. “Ih Des, kamu ngapain sih pindah kesini, sempit tau,” jawab Lusi.
.
“Kamu gak denger Lus itu suara orang nangis di atas, gimana sih kamu,” balasku.
.
“Mana…mana gak suara kok,”
.
Sejenak kami berdua diam, memang benar suara itu sudah menghilang . Meski demikian aku masih tak berani naik ke atas kasurku, aku paksa Lusi untuk menerimaku di tempat tidurnya.
.
Jam demi jam berlalu sampai akhirnya di pukul 2 dini hari aku kebelit ingin pipis di kamar mandi. Aku tak tega membangungkan Lusi yang sudah terlelap di kasurnya untuk menemaniku. Akhirnya kuberanikan diri untuk melangkah keluar sendirian.
.
Sial! kamar mandi di kosan ini ada diluar kamar. Tapi rasa ingin buang air besar sudah mengalihkan perhatianku dari suara mengerikan itu. Sambil setengah berlari akhirnya aku sampai di kamar mandi dan menuntaskan buah hajat itu.
.
Ketika selesai dengan urusan kamar mandi, aku pun melangkah keluar ada satu hal yang mencuri perhatianku, pohon rambutan yang ada di depan kosan itu bergerak. Ya, kupikir hanya angin malam saja, tapi anehnya hanya satu cabang yang bergerak naik turun. Sementara bagian lain bahkan daun di cabang yang lain tak bergerak sedikitpun.
.
Aku pun bergegas berlari ke kamarku dan buru-buru kukunci pintunya. Dalam hati aku sangat bersyukur bisa sampai di kamar, aku lihat Lusi masih tertidur tapi dengan selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya, kecuali telapak kakinya yang menjulur keluar.
.
“Tidur mulu kamu,” ujarku sambil menendang telapak kakinya itu.
.
Tapi aneh telapak kaki Lusi pas kusentuh tadi sedikit lebih dingin, tapi aku tak ingin ambil pusing dansegera kembali ke tempat tidurku diatas dan kututupi wajahku dengan bantal.
.
Baru saja ingin terpejam tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
.
“Tok tok tok,”
.
Hatiku langsung deg-degan setengah mati, siapa pula yang mengetuk pintu kamar kami di jam segini. Tapi lamunanku segera berakhir ketika di luar terdengar suara Lusi memangil.
.
“Hah Lusi? Kok ada di luar,” tanyaku dalam hati.
.
Aku pun bergegas turun dan memastikannya, setelah kubuka benar ternyata itu Lusi dengan wajah setengah cemberut "Lama banget sih bukain pintunya, tadi tuh aku ke kamar mandi juga tau,"
.
Aku tertegun mendengarnya, kakiku lemas dan kutengok selimut tadi yang sudah kosong tak berisi seperti tidak ada orang.
.
“Lalu telapak kaki siapa tadi?”

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

0 komentar: